Selasa, 24 Februari 2009

MASA DEPAN PENDIDIKAN LINGGA

Oleh : Iwan Kurniawan*)
Sumber: http://onechoise.blogspot.com

Sekilah Lingga Masa Lampau
Kabupaten Lingga adalah Kabupaten yang mempunyai luas daerah 211.772 Km2. Daerah dengan wilayah yang terdiri dari banyak pulau ini (377 pulau besar dan kecil) mempunyai penduduk yang mayoritas beragama Islam dengan etnis Melayu sebagai suku mayoritas. Pertengahan tahun 2003 daerah ini masih tergabung dalam Kabupaten Kepulauan Riau dengan Tanjung Pinang sebagai Ibu Kota Kabupaten. Pada tanggal 18 Desember 2003, daerah ini resmi menjadi kabupaten dengan dikeluarkannya UU No. 31 Tahun 2003 dengan nama Kabupaten Lingga.
Jika dipandang dari segi religius-kultural, Kabupaten Lingga dengan suku Melayu sebagai suku mayoritas sangat erat sekali hubungannya dengan Islam. Sejak dahulu, sejarah telah mencatat bahwa tokoh-tokoh Melayu yang ternama adalah seorang muslim yang kuat memegang agama. Nama pembesar yang sering dipakai adalah nama dengan akar kata berasal dari bahasa Arab. Kita kenal Sultan Mahmud, Raja Haji, Sultan Ahmad Riayat Syah dan sebagainya. Bukti lain adalah adanya tulisan “Arab-Melayu”, yaitu tulisan Arab tetapi dapat dibaca dengan karakter bahasa melayu. Dengan realitas akar budaya yang demikian, maka Melayu-Lingga sebenarnya mempunyai akar kebudayaan yang tinggi dengan perpaduan antara ketinggian ajaran Islam dengan keluhuran budaya Melayu. Dalam hal karya sastra, daerah ini juga sudah mempunyai prestasi yang luar biasa yang menandakan bahwa peradabannya sudah sedemikian maju sejak zaman kerajaan. Kita mengenal karya Raja Ali Haji yaitu Gurindam Dua Belas yang merupakan falsafah tunjuk ajar orang Melayu, kita juga mengenal adanya pantun dan syair melayu.
Salah satu hal yang tidak luput dari realitas perkembangan kehidupan rakyat Lingga adalah kondisi pendidikannya. Kondisi pendidikan Lingga jika kita melihat dari akar sejarahnya, maka perkembangannya memang lebih banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai agama. Pendidikan agama sangat pekat bertahta di dalam pendidikan masyarakat Lingga masa lampau, sebelum adanya pendidikan formal seperti sekarang. Sampai saat ini kita masih mengenal istilah “madrasah” yang merupakan bentuk sekolah formal yang pernah dikembangkan di Lingga. Diantara madrasah yang pernah ada adalah madrasah mu’allimin al-arbiyah yang didirikan oleh Raja Haji Muhammad Yunus Ahmad (tahun 1930-an) dan Madrasah Iqbal al-Islamiyah yang didirikan oleh tokoh cendikiawan Melayu Raja Ali Kelana bersama Syaikh Jalaluddin Taher. Selain pendidikan formal, di masyarakat juga berkembang pendidikan nonformal dalam bentuk halaqoh ilmu sehingga kita mengenal pendidikan dengan tingkatan pengajaran alif-ba-ta dan tingkat alif-lam-mim atau surat besar. Dengan demikian kita mengetahui bahwa sejak dulu perkembangan pendidikan di Lingga tidak terlepas dari peran agama Islam yang menjadi motor penggerak pendidikan.

Kondisi Pendidikan Lingga Sekarang
Lingga yang pernah menjadi pusat kerajaan Melayu masa lampau, setidaknya adalah daerah yang sudah mempunyai peradaban dengan kondisi social, kultur dan pendidikan yang sudah tertata meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana yaitu madrasah. Perkembangan pendidikan di kabupaten Lingga secara fisik mungkin sudah bisa dikatakan ada kemajuan. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari pembangunan sarana dan prasarana pendidikan seperti penambahan atau perbaikan gedung sekolah. Sampai saat ini di kabupaten Lingga telah berdiri sebanyak 10 SMA sederajad (MA, dan SMK), 27 SMP sederajad (MTs) dan 112 SD sederajad (MIN/MIS). Disamping itu juga terdapat pembangunan sarana pendukungnya seperti laboratorium computer yang disertai dengan jaringan internet pada beberapa sekolah. Namun penulis memandang ada beberapa hal penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih oleh pemerintah daerah disamping pembangunan fisik pendidikan. Pembangunan fisik itu penting, namun yang lebih penting lagi adalah perbaikan kualitas pendidikan secara nyata dalam hal prestasi belajar siswa. Kualitas pendidikan di Lingga masih tergolong tertinggal jika dibandingkan dengan kabupaten lain dalam skup provinsi Kepulauan Riau, yaitu peringkat dua di atas kabupaten Natuna yang tergolong kabupaten dengan predikat paling tertinggal se-provinsi. Itu dalam lingkup provinsi Kepulauan Riau, dalam lingkup nasional kabupaten Lingga tidak nampak batang hidungnya alias tidak masuk hitungan.

Beginilah seharusnya Pendidikan Lingga ke depan…
Realitas pendidikan di tanah tercinta zuriat kite semue, Lingga, Bunda Tanah Melayu demikianlah adanya. Kita sadari banyak hal yang melatar belakangi kodisi tersebut. Menurut analisis penulis, keberhasilan pendidikan di Lingga baru tercapai apabila terpenuhi beberapa indikator berikut dalam dunia pendidikan kita, yaitu adanya realisasi anggaran untuk pendidikan dengan alokasi 20%, adanya perhatian terhadap kualitas guru, perbaikan cara mengajar guru, perbaikan kondisi ekonomi guru, terhindarnya para elit pendidikan dan praktisinya dari praktek komersialisasi pendidikan dan menyesuaikan konsep pendidikan nasional sesuai konsep dan budaya lokal.
Indikator yang pertama adalah adanya realisasi anggaran pendidikan dengan alokasi dana untuk pendidikan minimal 20%. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah kita harus memanfaatkan dana tersebut semaksimal mungkin untuk sektor nonfisik pendidikan. Kita ketahui bersama bahwa anggaran dana pendidikan selama ini banyak dialokasikan untuk sektor fisik, sementara untuk sektor pengembangan pendidikan nonfisik tidak begitu tersentuh. Yang saya maksudkan dengan sektor nonfisik ini adalah pengembangan kualitas insan pendidikan, mulai dari siswa, guru, kepala sekolah, tata usaha, komite sekolah dan orang tua siswa. Optimalisasi peran orang tua dalam proses pendidikan dalam bentuk koordinasi dengan pihak guru mesti sangat ditekankan. Biarkan mereka ikut terlibat dan memikirkan proses pendidikan anak-anaknya. Bagaimana caranya? Alokasikan dana untuk hal ini. Adakan pertemuan intensif antara pihak guru, sekolah dan komite sekolah dengan orang tua siswa untuk membangun persepsi orang tua akan pentingnya peran mereka, kalau perlu ikutkan mereka dalam pelatihan-pelatihan khusus untuk memberi pemahaman bahwa pendidikan anak adalah tanggaung jawab mereka juga. Pendidikan yang efektif adalah pendidikan yang memadukan peran beberapa elemen tersebut di atas.
Yang kedua, adanya perhatian terhadap kualitas guru, perbaikan kondisi ekonomi guru dan perbaikan cara mengajar guru. Tiga hal yang saling kait-mengait, tak dapat dipisahkan satu sama lain. Perbaikan kualitas guru sangat tergantung dengan tercukupinya kebutuhan guru sehingga memungkinkan ia untuk tidak mencari tambahan penghasilan diluar lantaran kebutuhan kesehariannya tidak tercukupi. Bukan kesalahan guru semata jika akhirnya tidak begitu konsentrasi terhadap tugas mengajarnya sehingga tugas sebagai seorang guru menjadi terabaikan, karena sesungguhnya ia punya tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga atau penopang penghasilan suami untuk menghidupi keluarga. Dengan terpenuhinya kebutuhan ekonomi guru, maka diharapkan adanya perbaikan cara mengajar guru dari mengajar dengan asal-asalan ( asal masuk kelas, asal siswa tidak ribut, asal dapat gaji) menjadi mengajar dengan mengoptimalkan segala kemampuan yang ada. Dalam konsep Amir Tengku Ramli (seorang trainer dan motivator pendidikan), seorang guru harus mengajar dengan mengubah paradigma berfikir dari paradigma to have ( mengutamakan kebutuhan materi) menjadi to be ( mengutamakan kebutuhan nonmateri) dalam mengajar.
Yang ketiga, terhindarnya para elit pendidikan dan praktisinya dari praktek komersialisasi pendidikan. Ini sangat berbahaya. Tugas pemerintah adalah bagaimana semua anak negeri ini bisa mengecap pendidikan, bukan malah menjadikan pendidikan hanya untuk orang-orang yang berduit saja dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari “bisnis” pendidikan. Cukuplah beberapa kasus yang terjadi memberikan pelajaran kepada bangsa ini bahwa sangat banyak anak negeri ini yang masih belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan. Seharusnya para elit dan praktisi pendidikan menyadari hal ini, mereka menduduki amanah ini bukan untuk menyusahkan rakyat namun untuk memudahkan. Bukan tidak mungkin menyelenggarakan pendidikan murah di negeri ini, apalagi di kabupaten Lingga. Kita akui pendidikan gratis itu memang nonsen, tapi pendidikan murah itu realistis. Bagaimana caranya? Yaitu dengan memberikan perhatian lebih kepada anak Negeri Bunda Tanah Melayu untuk tetap menikmati pendidikan, misalnya dengan memberikan beasiswa kepada yang memang berhak mendapatkannya, menyediakan beasiswa untuk anak yang kurang mampu dan mendata serta memberikan keringanan bagi siswa yang orang tuanya tergolong berekonomi lemah.
Keempat, menyesuaikan konsep pendidikan nasional sesuai konsep dan budaya local Lingga. Artinya, kembalikan jati diri pendidikan di Kabupaten Lingga kepada ruh asalnya yaitu pendidikan yang memberikan porsi besar terhadap pendidikan agama dan akhlak yang sesuai dengan budaya Melayu kepada siswa. Islam sebagai identitas kita tidak boleh kita tinggalkan. Dalam hal ini penulis ingin memberi nama pada konsep ini dengan konsep pendidikan berbasis moral-spiritual. Mengapa Moral? karena budaya kita adalah budaya yang sarat dengan nilai-nilai moral sebagai penghias diri dan pencantik pribadi. Dan mengapa spriritual?, karena darinya segala kebaikan bermula. Darinya manusia bisa menemukan nilai dari kemanusiaannya, darinya manusia bisa memahami tujuan hidupnya, tujuan belajarnya dan kemana ia akan kembali. Darinya seorang yang berilmu menemukan hakikat keberilmuwannya. Rasulullah Saw. mangatakan bahwa jika Allah ingin memberikan kebaikan kepada hamba-Nya, maka ia akan memberikan hamba-Nya kefahaman terhadap agama.
Mengapa pada masa Nabi, kemudian pada masa shahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in Islam mampu mampu menguasai lebih kurang tiga perempat dari bumi ini? Mengapa sejarah mencatat bahwa banyak sekali ilmuan besar dunia ternyata seorang muslim? Jawabnya adalah karena mereka faham agama dan mereka mengamalkan agama. Hari ini sudah selayaknya menoleh ke belakang, menoleh kepada identitas kita yaitu Islam. Tidak ada salahnya kita melihat ke belakang karena sejarah adalah guru kehidupan. Mari kita kembali kepada pendidikan yang memberikan perhatian besar terhadap pendidikan keislaman kepada anak negeri Bunda Tanah Melayu, tidak hanya dua jam seminggu.
Selain itu penyesuaian konsep dan tujuan pendidikan terhadap kondisi geografis Lingga juga perlu diperhatikan. Dalam hal ini boleh dikatakan kabupaten Lingga adalah kabupaten yang kaya dengan hasil alamnya. Kita pernah jaya dengan hasil timah yang saya yakin persediaan timah itu masih banyak. Kita juga tergolong daerah yang kaya dengan hasil laut. Dalam hal ini pemerintah bisa saja membangun SMK yang konsentrasinya terkait dengan kedua hal tersebut yaitu pertambangan dan pemanfaatan hasil laut. Tentunya mengkonsentrasikan pencetakan SDM yang sesuai dengan kebutuhan daerah adalah lebih tepat untuk Kabupaten Lingga ketimbang melaksanakan pendidikan dengan menelan mentah-mentah konsep yang ditawaran pemerintah. Pemerintah diharapkan lebih kreatif dalam memperhatikan kebutuhan daerah sehingga pengembangan daerah dapat lebih dioptimalkan oleh Anak Jati Lingga sendiri.

*) Penulis adalah Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa Kabupaten Lingga
(IMKL) Pekanbaru

Tidak ada komentar: