Senin, 11 Mei 2009

BELAH KETUPAT PEMBELAJAR:


Pembelajaran dengan mengaktifkan Gelombang Alfa,

Berdasarkan Potret Diri dan Gaya Belajar Siswa


Oleh: Budi Santoso

(Trainer Utama Wilayah Sumbagsel berlisensi Pumping Indonesia)



1. Pendahuluan

Guru Biasa memberi tahu, Guru Baik menjelaskan, Guru Ulung mendemonstrasikan dan Guru Hebat (Great Teacher) menginspirasi. Dimanakah posisi kita? Apakah hanya sebagai guru yang tugasnya hanya memindahkan/mentransfer ilmu pengetahuan (banking concept) dengan target kurikulum yang mengajar tanpa jiwa atau guru yang dapat memotivasi dan menginspirasi siswa untuk terus belajar (menjadikan siswa sebagai pembelajar)? Hanya diri kita sendiri dan Tuhan yang tahu karena jawabannya ada di dalam hati kita masing-masing.

Kesalahan besar dalam dunia pendidikan di Indonesia karena sistem yang sedang berjalan di Indonesia lebih mengedepankan hasil dari pada proses pembelajaran. Sehingga yang muncul di permukaan adalah fenomena-fenomena yang bertentangan dengan tujuan hakiki dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Pembocoran soal/kunci secara sistematis, kecurangan-kecurangan dalam ujian, prilaku-prilaku ketidakjujuran bahkan di kalangan jajaran pendidikan itu sendiri. Tentu sebagai warga negera yang cinta negara Indonesia harusnya kita miris dan sedih dengan keadaan ini dan terus berfikir dan berbuat apa yang dapat kita lakukan terhadap pendidikan yng telah menyimpang dari relnya. Keadaan ini makin jauh dari cita-cita Ki Hajar Dewantara, sulit kita temua aplikasi dari falsafah pendidikan Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara yakni: Ing Madyo Mangun karso, Ing Ngarso sung Tulodo dan Tut Wuri Handayani bahkan dari seorang guru sekalipun. Untuk mengembalikan jiwa semboyan ini maka seharusnya proses pembelajaran yang dilakukan perlu mensinergiskan antara IQ, EQ dan SQ dan menyeimbangkan ketiganya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sebenarnya. Pertanyaannya adalah bagaimana proses pembelajaran yang dapat menyeimbangkan ketiganya yaitu mengoptimalkan ketiga potensi dasar manusia sebagai anugerah Tuhan kita yakni Panca Indera, Akal (otak kiri & otak kanan) dan hati. Kebanyakan proses pembelajaran yang terjadi di Indonesia hanya mengedepankan otak kiri saja, sangat jarang mengaktifkan otak kanan apalagi hati padahal ketiganya bila diaktifkan secara seimbangkan akan menjadi kekuatan yang luar biasa. (Muslim: 2008). Terutama hati, bila hati ini dapat diaktifkan dalam pembelajaran akan lebih mengoptimalkan hasil pembelajaran karena kekuatan hati 5000 kali kekuatan fikiran (Linda Mark: 1930 – 1940 dalam The Inside story) yang menyatakan ada otak di dalam hati (Heart Brain). Inilah yang menjadi tema dalam makalah ini yaitu bagaimana pembelajaran yang dilakukan oleh guru dapat dinikmati oleh guru dan siswa sehingga pembelajaran berlangsung dengan baik dan menyenangkan.

2. Pembelajaran dengan mengaktifkan Gelombang Alfa

Pada pertengahan tahun 1970-an Dr. Georgi Lozanov melakukan percobaan mengenai keadaan terbaik untuk belajar. Dia menemukan bahwa siswa dalam kondisi alfa (konsentrasi yang santai dan ikhlas), belajar dengan laju yang jauh lebih cepat.

Ada empat kondisi gelombang otak manusia sebagai berikut:

Beta

14 – 100 Hz

Kognitif, analitis, logika, otak kiri, konsentrasi, pemilahan, prasangka, pikiran sadar

Aktif, cemas, was-was, khawatir, stress, non sugestif fight or flight, disease, cortisol, norepinephrine

Alfa

8 – 13,9 Hz

Khusyu’, relaksasi, meditatif, focus-alertness, akses nurani bawah sadar.

Ikhlas, nyaman, tenang, santai, sugestif, puas, segar, bahagia, endorphine, serotonin

Theta

4 – 7,9

Sangat khusyu’, deep-meditation, problem-solving, mimpi, nurani bawah-sadar.

Ikhlas, kreatif, integratif, hening, imajinatif, catecholamines, AVP (arginine-vasopressin)

Delta

0,1 – 3,9 Hz

Tidur lelap (tanpa mimpi), non-physical state, nurani bawah sadar-kolektif

Tidak ada fikiran dan perasaan, cellular regeneration, HGH (Human Growth Hormone)

Sumber: Quantum Ikhlas: Erbe Sentanu:

Sebagian sumber membagi kategori gelombang otak menjadi 5 dengan membagi dua gelombang Beta menjadi Beta ( 14 – 15 Hz) dan Gamma (diatas 25 Hz).

Dalam kondisi alfa seseorang dapat merasa ikhlas melakukan suatu pekerjaan termasuk belajar, bila ini dapat dicapai maka mengajar dan belajar menjadi hal yang mengasikkan. Masalahnya adalah tidak semua guru mampu mengkondisikan siswa dan dirinya sendiri dalam kondisi alfa. Untuk itu guru dan siswa perlu dilatih bagaimana mengkondisikan alfa dalam gelombang otak dan hati mereka. Dalam bahasa sehari-hari kondisi ini biasa disebut sebagai kondisi “mood” untuk belajar atau bekerja. Dalam bahasa gelombang elektromagnetik kondisi ini terjadi karena sinergisnya antara gelombang otak dan gelombang hati. Berkaitan dengan kekuatan hati Stephen Covey dalam bukunya The 8th habits, From effectiveness to Greatness menyebutkan pentingnya inner voice dan transcendental values sehingga seseorang yang efektif bisa menjadi seseorang yang besar (greatness). Kuncinya karena kekuatan spiritual memliki dua dimensi waktu yaitu dunia dan akhirat.

2.1 Menggunakan Kondisi Alfa

Banyak cara menuju gelombang alfa (kondisi ikhlas), siswa perlu dibimbing untuk mencapai kondisi alfa. Salah satu caranya yakni dengan melakukan relaksasi. Konsultan pendidikan Steve Snyder (Zulfiandri: 2007) melakukan langkah-langkah berikut agar siswa mencapai kondisi alfa dan dapat berkonsentrasi penuh.

Pertama atur postur tubuh mereka. Minta para siswa duduk tegak sedikit condong ke

depan dengan kaki rata di lantai. Selanjutnya minta siswa memejamkan mata,

bernafas dalam-dalam dan memikirkan tempat khusus yang mereka visualisasikan,

memutar mata ke atas dan ke bawah, lalu buka mata kembali. Langkah ini hanya

perlu waktu sebentar. Saat membuka mata, mereka harus terpusat, santai dan

waspada.

Salah satu manfaat kondisi alfa adalah teknik ini mengembangkan sikap positif mengenai belajar. Siswa merasa santai dan terpusat, tidak tertekan atau cemas. Dalam keadaan konsentrasi dan terpusat, belajar menjadi lebih cepat dan mudah. Akibatnya, siswa memiliki sikap yang positif mengenai sekolah dan keyakinan diri yang lebih besar dalam kemampuan belajar mereka.

Sejak pertama kali mengenal dan menerima pelatihan bagiamana mengkondisikan alfa dan mensinkronisasikan otak kiri, otak kanan dan hati untuk menuju kondisi alfa. Pengkondisian alfa ketika memulai atau mengakhiri pelajaran selalu penulis gunakan. Biasanya metode yang penulis gunakan tidak seperti di atas tetapi menggunakan permainan (brain game) visual, auditori atau kinestetik kepada peserta dengan jenis game yang disesuaikan dengan usia siswa. Ketika siswa mulai merasa gembira (hati senang) mereka sudah dalam kondisi siap dan setelah sedikit memberikan motivasi dan nilai-nilai penulis baru menjelaskan materi pelajaran. Alhamdulilah dengan cara seperti ini menurut pengamatan penulis siswa dapat menikmati proses pembelajaran yang sedang berlangsung tanpa beban.

3. Pembelajaran dengan memanfaatkan Potret Diri

Ada empat prilaku (Potret Kepribadian) dasar manusia menurut seorang filosop Yunani Hippocrates yang dipopulerkan oleh Florence Littaur dalam bukunya Personality Plus(Amir: 2006: 22). Empat potret dasar tersebut adalah prilaku sanguinis popular, prilaku koleris kuat, perilaku phlegmatis damai, dan prilaku melankolis sempurna.

Empat Potret Kepribadian Dasar

SANGUINIS

Popular

(Lihatlah Saya)

Mari mengajar dengan

cra menyenangkan

KOLERIS

Kuat

(Ikutilah saya)

Mari mengajar dengan cara saya

PHLEGMATIS

Damai

(Hormatilah saya)

Mari mengajar dengan cara

yang mudah

MELANKOLIS

Sempurna

(Pahamilah saya)

Mari mengajar dengan cara

yang benar

3.1 Guru Sanguinis

Guru sanguinis mungkin tidak sehebat potret diri kepribadian lain, tetapi prilaku mereka selalu menampakkan kesenangan. Kepribadian yang meluap-luap dan pesona mereka yang memiliki daya magnetis yang kuat. Pribadi guru ini punya sekolompok penggemar dari peserta didik yang selalu menyertai mereka. Walaupun kegiatan menyenangkan sanguinis kadang-kadang lepas kendali, sang guru sanguinis sangat pandai dalam memunculkan kepribadiannya secara menarik. Sebagai pengajar, guru sanguinis cenderung menjadi guru menggembirakan, membujuk dan mengilhami, tetapi mudah lupa dan kurang baik dalam persiapan dan ketuntasan dalam pengajaran.

3.2 Guru Koleris

Guru koleris akan nampak sebagai orang yang bekerja konsisten. Kerja, atau penyelesaian merupakan salah satu kebutuhan emosional orang koleris. Kalau ada perayaan atau pertemuan syukuran di sekolah, guru koleris akan datang terlambat dan pulang lebih dulu untuk memungkinkan penyelesaian pekerjaan maksimum pada hari kerja. Guru koleris akan mempertahankan ketinggian produktivitasnya setiap hari. Mereka butuh penghargaan terhadap apa yang dilakukan. Kalau tidak mendapatkan penghargaan yang mereka butuhkan, mereka akan bekerja lebih keras lagi untuk mencapai lebih banyak dengan harapan lingkungan akan memperhatikannya. Guru koleris senantiasa berkata bagaimanapun saya mengajar untuk kepentingan sekolah ini. Sebagai orang koleris, ia merasa bersalah jika satu hari saja tidak produktif.

3.3 Guru Phlegmatis

Guru phlegmatis memiliki keiinginan yang sangat tidak kelihatan. Mereka pandai menyimpannya dan secara diam-diam merencanakan sesuatu untuk mendapatkan pengakuan orang lain. Karena sifatnya pendiam dan berpuas diri, guru phlegmatis tampak merasa senang dimanapun mereka berada. Karakter yang tenang dan terkendali serta keinginan merebut pengaruh secara diam-diam, membuat guru phlegmatis selalu ingin merebut kontrol dan mengendalikan lingkungannya dengan cara diam-diam dan sangat tenang.

3.4 Guru Melankolis

Kebutuhan emosional guru melankolis adalah ketertiban dan kepekaan. Selain menginginkan kesempurnaan dalam kehidupan profesional, mereka juga memerlukan kehidupan pribadi yang tertib. Mereka akan menghargai orang lain yang peka terhadap kebutuhan mereka. Sebagai pengajar, mereka suka mengorganisasi dengan baik, peka terhadap perasaan peserta didiknya, mempunyai kreativitas yang mendalam, dan menginginkan unjuk kerja yang bermutu. Karenanya, dalam praktik pembelajaran, secara tegas mereka ingin berada pada garis yang benar.

3.5 Prilaku Terbaik Sang Guru

Prilaku sebagai talenta terbaik bagi pengajaran adalah hasil perpaduan keempat prilaku di atas. Bagaimana cara memadukannya? Sesuaikan dengan situasi dan kondisi kelas yang sedang menjadi sasaran pembelajaran.

Prilaku Sanguinis, terbaik digunakan untuk menciptakan keakraban, memecahkan kebekuan kelas, menjadikan pembelajaran lebi fun dan lebih menyenangkan.

Prilaku Koleris, terbaik digunakan untuk mengendalikan kelas dari “anak-anak bermasalah”, mengendalikan sang trouble maker, dan menciptakan kelas lebih produktif.

Prilaku Phlegmatis, terbaik digunakan untuk mendengarkan keluhan-keluhan atau masalah-masalah dan menjaga kedamaian kelas.

Prilaku Melankolis, terbaik digunakan untuk mendetilkan pengajaran, berfikir sistematis, dan kemauan kuat untuk memastikanbhw pengajaran sudah mampu dipahamioleh siswa.

Masing-masing guru telah memiliki keempat prilaku tersebut, perbedaannya hanya pada dominasi dan inferiornya. Bagi guru yang didominasi sanguinis, perlu melatih prilaku koleris, phlegmatis dan melankolis. Guru yang didominasi koleris, harus melatih prilaku sanguinis, phlegmatis dan melankolis. Demikian juga untuk prilaku yang lain, bahkanmungkin juga ada guru yang didominasi dua prilaku sehingga hanya tinggal melatih kedua prilaki yang lain.

4. Tipe Gaya Belajar

Sebagai guru yang profesional yang mempunyai kompetensi pedagogik maka guru harus mengetahui latar belakang siswanya termasuk gaya belajar siswa-siswanya. Ada tiga gaya belajar manusia yaitu modalitas audio, visual dan kinestetik. Dalam kenyataannya setiap manusia memiliki potensi ketiga gaya belajar itu, hanya biasanya ada satu gaya belajar yang mendominasinya. Sebagai guru akan lebih memudahkan pembelajaran yang dilakukan bila dapat menyesuaikan pengajaran dengan modalitas-modalitas tersebut secara harfiah berbicara dengan bahasa yang sama dengan otak peserta didik kita.

4.1 Gaya Belajar Visual

Modalitas ini mengakses citra visual, yang diciptakan maupun yang diingat. Warna, hubungan ruang, potret mental, dan gambar, menonjol dalam modalitas ini. Seseorang yang sangat visual mungkin bercirikan hal berikut:

  • Teratur, memperhatikan segala sesuatu, menjaga penampilan
  • Mengingat dengan gambar, lebih suka membaca dari pada dibacakan
  • Membutuhkan gambaran, dan tujuan menyeluruh dan menangkap detail, mengingat apa yang dilihat
  • Nada bicara tinggi dan sering berbicara dengan cepat

4.2 Gaya Belajar Auditori

Modalitas ini mengakses segala jenis bunyi dan kata (diciptakan maupun diingat). Musik, nada, irama, dialog internal, dan suara menonjol disini. Seseorang yang auditorial dapat dicirikan sebagai berikut:

  • Perhatiannya mudah terpecah
  • Berbicara dengan pola beriirama
  • Belajar dengan cara mendengar, menggerakkan bibir/bersuara saat membaca
  • Berdialog secara internal dan eksternal

4.3 Gaya Belajar Kinestetik

Modalitas ini mengakses segala jenis gerak dan emosi (diciptakan maupun diingat). Gerakan, koordinasi, irama, tanggapan emosional dan kenyamanan fisik menonjol di sini. Seseorang yang kinestetik sering melakukan hal berikut:

  • Nenyentuh orang dan berdiri berdekatan, banyak bergerak
  • Belajar dengan melakukan, menunjukkan tulisan saat membaca, menanggapi secara fisik
  • Mengingat sambil berjalan dan melihat

5. Belah Ketupat Pembelajaran

Teknik mengajar berdasarkan personalisasi siswa adalah memadukan keempat potret dasar siswa denga tiga gaya belajar seperti pada gambar berikut yang selanjutnya disebut “Belah Ketupat Pembelajaran” karena menyerupai gambar belah ketupat.








S = Sanguinis

K = Koleris

P = Phlegmatis

M = Melankolis

V = Visual

A = Auditori

K = Kinestetik


S

K

MP

K

S

Saat guru membuka sesi pengajaran, kondisikan diri sendiri dan siswa dalam kondisi alfa dapat bersamaan dengan menggunakan pendekatan sanguini ( 5 – 10 menit). Kendalikan kelas dengan koleris bila diperlukan. Fungsi pendekatan sanguinis akan memecahkan kebekuan kelas. Sementara itu, koleris akan sangat berfungsi terhadap peserta sulit atau kelas yang tidak terkendali. Saat guru memasuki inti pengajaran, gunakan pendekatan phlegmatis dan melankolis dengan teknik penyampaian visual, auditori, kinestetik, atau memadukannya. Pada sesi akhir, gunakan kembali pendekatan sanguinis. Buat para siswa jatuh cinta dan ingin kembali hadir (rindu kelas) dalam pengajaran kita.

6. Penutup

Pembelajaran dapat terjadi dengan baik dan hasil akan optimal bila antara guru dan siswa dalam kondisi alfa yakni kondisi dimana guru dan siswa merasa ikhlas melakukan kegiatannya masing-masing. Karena guru mengajar banyak siswa yang mempunyai prilaku dan gaya belajar yang berbeda maka guru harus mempunyai ketrampilan untuk memadukan antara prilaku-prilaku mengajar serta gaya belajar siswa sesuai kondisi dan kebutuhan pada saat pembelajaran.

Secara umum hasil pembelajaran akan benar-benar baik jika siswa dan guru secara bersama-sama dan sadar ingin melakukan perubahan menuju lebih baik sehingga keduanya dapat mengoptimalkan ketiga potensi dasar manusia sebagai anugerah Tuhan yakni Rasional (IQ), Emotional (EQ) dan Spiritual (SQ) secara sinergis dengan memanfaatkan potret diri dan gaya belajar yang juga sudah dimiliki oleh manusia baik sebagai guru maupun sebagai siswa. Hal yang lebih penting lagi keinginan dan keyakinan untuk berubah menuju lebih baik yang perlu ditanamkan kepada diri sendiri (guru) maupun kepada siswa-siswa sebagai peserta didik. Nilai-nilai seperti inilah yang kurang mendapat perhatian oleh guru-guru kita yang menjadi tantangan bagi kita untuk terus membenahinya.

Daftar Pustaka

  1. Amir Tengku Ramly. 2006. Pumping Teacher, Memompa Teknik Pengajaran Menjadi Guru Kaya. PT. Kawan Pustaka: Jakarta
  2. Erbe Sentanu. 2008. Kuantum Ikhlas. Teknologi Ikhlas
  3. Zulfiandri, 2007. Qualitan Teaching Cara Cerdas Menjadi Guru Mencerahkan . Qualitan Press. Jakarta
  4. Quantum Teaching. Bobbi De Porter.
  5. Amir Tengku Ramly. Guru Idola. Pumping Publisher
  6. Institute of HeartMath. 2002. The Inside Story, Understanding The power of Feelings, Heartmath LLC : California USA
  7. Kelana, Muslim. 2008. Muhammad, SAW is a Great Enterprenuer. Dinar Publishing: Bandung
  8. Muhammad Safii Antonio, 2008. Muhammad SAW, Super Leader, Super Manager.

[1] Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan, FKIP Unsri 14 Mei 2009

[2] Dosen FKIP Universitas Sriwijaya

Tidak ada komentar: